12.29.2008

Pengaruh Persepsi, Gaya Hidup, dan Bentuk / Tata Letak Suatu Ruangan dalam Psikologi Arsitektur


Dalam dunia arsitektur, sebenarnya telah lama tumbuh dan berkembang rasa ketidakpuasan masyarakat terhadap desain para arsitek yang sering juga disebut sebagai desain egosentrik, yaitu desain bangunan yang terlihat hanya sebagai sebuah sarana pemenuhan kepuasan atas kebutuhan estetik dan self-affirmation (penegasan diri) dari sang arsitek. Seringkali pertimbangan arsitek hanya ada dua hal, yaitu estetik dan ekonomi. Padahal, Fechner mengkaji berbagai eksperimen yang akhirnya menghasilkan suatu cabang penting dari sains, yaitu psikologi persepsi. Psikologi persepsi berkembang dari psikologi tradisional dimana manusia dan lingkungan merupakan elemen dasar dan saling mempengaruhi satu sama lain melalui stimuli dan respon. Sven Hesselgren (1954) melakukan suatu penelitian arsitektur yang dipengaruhi oleh jiwa psikologi persepsi, dalam bukunyaArkitekturens uttrycksmedel” yang dipengaruhi oleh contoh seorang pengajar bentuk, yaitu J.S. Siréns (Finnish Professor pada arsitekture, 1889 - 1961 ). J.S. Siréns menerangkan bahwa sebuah pola atau figur dapat menyenangkan mata bila dengan mudah dapat dimengerti dan selanjutnya dapat memberikan kepuasan tersendiri. Perancang tidak boleh menimbulkan ketidakjelasan pada pengamat. Ia menemukan dasar-dasar yang bersifat psikologis bagi sejumlah hukum arsitektural, sebagai contoh dasar mengenai kontras. (Www.uiah.fi)


Berdasar dari pernyataan yang terlontar ini, maka pada tahun 1950-an, mulai terbentuk suatu studi baru dalam ilmu psikologi yaitu psikologi arsitektur. Psikologi arsitektur mulai diperkenalkan sekitar tahun 1960-an kepada para akademisi, melalui jalur psikologi lingkungan. Riset mengenai psikologi ini bermula dari Proshansky dan Altman, ketika mendapat sebuah proyek untuk membuat rumah sakit jiwa. Proshansky mengubah tata letaknya dan setelah beberapa waktu terlihat pasien-pasiennya mulai membaik. Maka dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa psikologi arsitektur adalah studi mengenai ketertarikan manusia pada karakteristik fisik sebuah lingkungan binaan (Proshasky), atau studi yang melihat hubungan antara perilaku manusia dengan lingkungan sosiofisik (Stokolos dan Altman).

Menurut Deddy Halim dalam bukunya, “Psikologi Arsitekturmenyatakan bahwa hal ini lebih dipahami sebagai studi terhadap bangunan dan pengaruhnya terhadap perilaku manusia yang ada didalamnya atau kajian khusus yang berorientasi pada kondisi psikologis sekelompok pengguna bangunan dengan karakteristik sejenis (Halim, 2005). Di Indonesia, studi mengenai psikologi arsitektur masih terbilang baru.

Psikologi arsitektur sesungguhnya menguji hubungan antara variable lingkungan binaan dengan tindakan, pemikiran, dan perasaan manusia. Dalam dunia arsitektur seharusnya arsitek dapat melihat bahwa bangunan tidak dilihat hanya sebagai bangunan saja, melainkan sebuah tempat yang menyenangkan untuk bekerja. Ketika rasa nyaman orang dapat kita penuhi, mereka biasanya merespon secara positif pada lingkungan yang kita desain. Psikologi arsitektur memahami bahwa manusia memiliki kecenderungan untuk menyesuaikan bentuk huniannya atau tempat usahanya dengan idealisme hidupnya agar mendapatkan kepuasan batin yang selama ini dipengaruhi oleh pengalaman-pengalaman hidup mereka dan persepsi mengenai gaya hidup yang mereka jalani.

Gaya hidup seseorang sudah tentu akan mempengaruhi cara pandang, cara berpikir, dan persepsi mereka dalam berbagai hal. Dalam hal ini, dapat dicontohkan jika seseorang memiliki gaya hidup yang agak nyentrik, maka segala hal dalam lingkungan di rumah atau di tempat kerjanya akan bernuansa sesuai se-nyentrik dirinya. Begitu pula yang kejadian nyata yang dialami oleh beberapa komunitas tertentu yang mengandalkan gaya hidup mereka dengan berlama-lama di kafe, sekadar hanya untuk mengobrol, bertemu dengan partner kerja, atau mencari inspirasi. Tadinya, kafe berfungsi tidaklah lain untuk mengisi perut saja. Tapi beberapa tahun terakhir, kafe sudah bertambah fungsinya. Hal ini dikarenakan semakin berkembangnya teknologi informasi dan komunikasi, keterbatasan waktu yang ada, dan kenyamanan seseorang berada disuatu tempat yang mengubah gaya hidup mereka.

Seorang psikolog arsitektur, Ratna Djuwita (staf pengajar Fakultas Psikologi UI), menerangkan tentang ketidakseimbangan ruangan dan bangunan yang terbentuk dengan kebutuhan dasar manusia yang sesungguhnya. Beliau mengatakan, ketidakseimbangan antara pemenuhan kebutuhan manusia di alam bebas dan alam binaan, menyebabkan manusia berada seperti hidup pada alam binaan saja.

Hal seperti ini, termasuk yang mempengaruhi keharmonisan hubungan antar manusia didalamnya. Saat ini, hampir semua orang sering pergi ke mall untuk menghilangkan kepenatan di tempat kerja mereka, namun sebenarnya kebutuhan dasar belumlah terpenuhi. Maka inilah yang menyebabkan manusia mudah resah, tidak bahagia, lebih agresif, dan tidak sabar.

Mengantisipasi hal-hal merugikan seperti ini, maka banyak desainer interior dan arsitek mulai memperhatikan kebiasaan, karakter, dan gaya hidup klien mereka jika ingin merancang sebuah rumah. Hal ini bertujuan untuk membantu klien mereka mendapatkan kepuasannya tanpa harus bersusah-susah merancang bangunan yang mereka inginkan.

Disinilah mengapa diperlukan adanya campur tangan psikolog dalam dunia arsitektur. Manusia memperlihatkan diri mereka yang sebenarnya melalui bentuk-bentuk di sekeliling mereka, mulai dari bentuk ruangan, tata letak barang-barang dalam ruangan, hingga bentuk bangunan yang berfungsi sebagai hunian. Ketika seseorang mendapatkan kepuasan positif terhadap apa yang didapatkan, maka kenyamanan dan kesejahteraan yang diharapkan akan mudah terpenuhi.

Sumber :

· Dwidora . 2007 . Studi Psikologi Arsitektur . Jakarta : http://myfurelise.blogspot.com/2007/11/studi-psikologi-arsitektur.html

· Djuwita, Ratna . 2008 . Arsitek Perlu Dibekali Ilmu Sosial . Jakarta : http://www.housing-estate.com/index.php

· Estetika dan Keindahan . 2008 . http://ndreh.2itb.com/contact.html

· Machmud, A. Mauraga . 2005 . Psikologi Arsitektur Post Modern . Makasar : Rona Jurnal Arsitektur FT-Unhas vol. 2 no.1

· (Www.uiah.fi)


keywords : psikologi, persepsi, arsitektur, gaya hidup, estetika